Tantangan Peternakan Kambing Perah

Perkembangan bisnis kambing perah di tanah air menghadapi berbagai kendala seperti dalam hal pemasaran dan menghasilkan produk susu yang berkualitas dengan harga terjangkau, pengadaan bibit kambing perah unggul, serta masalah perizinan Usaha peternakan kambing dengan orientasi utama ke arah produksi susu, hingga kini masih belum banyakdiminati oleh masyarakat peternak Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih sedikitnya peternak kambing yang fokus pada segmen usaha ini. Dengan sedikitnya pemain yang berkonsentrasi ke pada bisnis ini, peluang pasar masih sangat terbuka luas. Kendala utama yang peternak hadapi biasanya berada pada lini pemasaran produk susu, pengadaan bibit kambing perah unggul, menghasilkan produk susu yang berkualitas dengan harga terjangkau, serta masalah perizinan pemasaran produk. Sederet tantangan tersebut dirasa sangat menghambat perkembangan bisnis kambing perah di tanah air. Ini menjadi sebuah ironi melihat sangat prospektifnya bisnis ini. Hitung-hitungan sederhananya dalam setahun, pemerahan susu bisa berlangsung sekitar 6,5 bulan. Selain untuk menghasilkan cempe (anak kambing), susu yang dihasilkan bisa untuk dijual dengan harga yang cukup tinggi. Dipasaran, susu kambing bisa dijual antara Rp 40 – 45 ribu per liter dengan rata-rata produksi sekitar 2 liter per ekor per hari. Sementara biaya operasional perawatan kambing sekitar Rp 6 ribu per ekor per hari yang terdiri atas konsentrat, rumput, dan tenaga kerja. Biaya tersebut belum termasuk modal membeli indukan kambing perah sekitar Rp 2,5– 3 juta per ekor. Sedangkan potensi pendapatan lain yang dapat dinikmati peternak yaitu pejantan apkir bisa dijual untuk pedaging. Harganya mencapai Rp 4 juta per ekor, dengan berat badan mencapai 100 kg. Sejauh ini anggota Aspekpin(Asosiasi Peternak Kambing Perah Indonesia) baru tersebar di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Utara. Rata-rata populasi peternakannya 30 ekor sampai ratusan ekor per orang. Para peternak kambing perah di berbagai daerah ingin ada dukungan pemerintah untuk mengembangkan bisnis kerakyatan ini. Bibit Unggul Terbatas Kambing perah yang diternakkan umumnya jenis Peranakan Etawa (PE), saanen, dan yang terbaru kambing silangan PE dengan saanen yang dikenal kambing sapera. Kini lebih banyak peternak yang menggunakan kambing saanen dan sapera sebagai kambing perah. Kambing saanen yang berasal dari Lembah saanen, Swiss bagian barat ini memiliki bulu putih halus dan produksi susu yang lebih banyak dibandingkan jenis kambing perah lain. Ciri yang paling khas dari ambing kambing saanen maupun sapera yang baik adalah memiliki ambing berbentuk kantong. Puting berada di samping belakang ambing sehingga saat kambing rebah, puting tidak menyentuh lantai. Beda dengan ambing PE yang berbentuk botol terbalik dengan puting di ujung bawah sehingga saat puncak produksi putingrawan kotor dan terinjak karena terkulai ke lantai. Perbedaan ini juga berpengaruh terhadap produksi susu yang lebih banyak karena volume ambing yang besar. Selain itu, saanen/sapera lebih jarang terkena infeksi mastitis karena ujung puting tidak menyentuh lantai, meskipun ambingnya besar dan produksinya banyak. Kambing saanen produksi susunya per masa laktasi bisa mencapai 600 – 800 liter, sedangkan PE hanya 150 –200 liter. Walaupun secara kualitas, ada yang menklaim susu kambing PE lebih baik. Para peternak kambing perah berharap pemerintah memberi izin impor bibit kambing saanen. Upaya itu bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya inbreeding (perkawinan sedarah) dari kambing saanen yang ada saat ini di Indonesia. Selain itu dengan didatangkannya ras/jenis kambing khusus perah dari negara lain, maka peternak tidak harus memelihara dengan jumlah kambing yang banyak. Tetapi hasil yang dicapai tetap maksimal. Juga dengan meminimalkan jumlah kambing yang dipelihara maka peternak akan juga bisa berhemat di biaya pakan, pembuatan kandang, dan biaya perawatan kambing. Untuk masalah bibit unggul, para peternak juga mengharapkan pemerintah bisa memberikan semacam stimulus kepada peternak agar mau mengembangkan kambing perah ini. Misalnya menggalakkan kontes ternak secara nasional agar rakyat semangat dan bisa memuliakan kambing paling unggul ini. Perizinan Berbelit Masalah lain yang dihadapi peternak kambing perah yaitu perizinan pemasaran produk susu kambing yang berbelit. Perizinan yang dimaksud antara lain halal, kesehatan, dan NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Semua proses perizinan tersebut harus melalui sejumlah organisasi pemerintah yang birokrasinya panjang. Padahal sebagian besar peternak kambing adalah orang-orangyang berdomisili di desa. Pengurusan izin merupakan masalah sangat serius, karena para peternak di desa belum terbiasa dengan birokrasi hukum. Sementara jika para peternak tidak mengurus izin maka pemasaran produk dari hasil ternaknya akan berhenti di suatu wilayah sajaatau wilayah pemasarannya menjadi sangat sempit. Masalah perizinan seharusnya bisa dibantu pemerintah kabupaten, jangan langsung ke provinsi. Urusan proses administrasi ke pemerintah provinsi harusnya bisa dibantu oleh pemerintah kabupaten. Contohnya,seorang peternak kambing perah di Madiun yang ingin mengurus izin harus datang ke Surabaya beberapa kali, biaya perjalanan cukup besar. Belum lagi ada persyaratan lainnya yang belum tentu bisa dipenuhi peternak. Promosi Susu Kambing Terlepas dari berbagai tantangan di atas, upaya memperkenalkan atau mempromosikan produk susu kambing perlu dukungan dari semua instansi terkait. Peternak umumnya hanya fokus di produksi, kalau soal memperluas pemasaran harus ada kegiatan seperti pameran atau himbauan dari pemerintah. Terkait informasi kandungan gizi dalam susu kambing tidak kalah baik dengan susu sapi, malah ada nilai plusnya. Hasil lembaga penelitian Institut Pertanian Bogor menyebutkan, tidak seperti susu sapi, susu kambing tidak mengandung aglutinin. Akibatnya globula lemak susu kambing tidak mengalami klasterisasi sehingga lebih mudah dicerna. Sumber klik disini Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 175/ April 2014